Offering gifts to some women on Christmas

Monday, January 17, 2011

There is a common practice here in the west, that at christmas time some non-muslims, young and old, get together and gather all of their names, put them in a hat and have all of the names mixed up, then each person choses the name of another person who they will give a gift to on christmas day. This is called chris kringle. This basic idea was taken on by a group of sisters last year and now they want to take this practise on this year also for the end of eid. All that the practice consists of, is each sister randomly assigned another sister for whom she must buy a gift of a set value ($20 ). Some of the sisters invloved believe that this practsie is tashabu of the kufar, is this correct?

Ruling on celebrating non-Muslim holidays and congratulating them

Can a muslim celebrate a non muslim holiday like Thanksgiving?

Praise be to Allaah.
Greeting the kuffaar on Christmas and other religious holidays of theirs is haraam, by consensus, as Ibn al-Qayyim, may Allaah have mercy on him, said in Ahkaam Ahl al-Dhimmah: "Congratulating the kuffaar on the rituals that belong only to them is haraam by consensus, as is congratulating them on their festivals and fasts by saying ‘A happy festival to you’ or ‘May you enjoy your festival,’ and so on.

Accepting a gift from a kaafir on the day of his festival

My neighbour is an American Christian, and she and her family brought me a gift when it was Christmas. I could not refuse the gift, lest she be offended. Can I accept this gift, as the Messenger (peace and blessings of Allaah be upon him) accepted gifts from kaafirs?

Praise be to Allaah.

Firstly:

The basic principle is that it is permissible to accept gifts from kaafirs, so as to soften their hearts and make Islam attractive to them, as the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon him) accepted gifts from some of the kaafirs, such as the gift of al-Muqawqis etc.

Qasim ibn Utsman Al-Ju’I (Wafat 248 H)

Sunday, January 16, 2011

Al-Jui adalah seorang wali besar dari Damaskus yang belajar hadits dari Sufyan ibn Uyainah. Ibn Al-Jauzi dalam Shifat al-Shafwah dari Al-Ju’I sendiri bahwa julukan Al-Ju’I (yang kelaparan) didapatkan karena Allah memberinya kekuatan untuk melawan rasa lapar jasmani melalui rasa lapar rohani. Ia mengatakan, “Meski perut ini tak diisi makanan selama satu bulan, aku tak akan peduli. Ya Allah, inilah yang telah Engkau perlakukan kepada diriku maka sempurnakanlah ia bagiku!”

Ibn Jauzi juga meriwayatkan bahwa Ibn Abu Hatim Al-Razi mengatakan, “Aku pergi ke Damaskus untuk menemui para penulis hadits. Di sana aku melewati majelis Qasim Al-Ju’I dan aku melihat sekumpulan besar manusia duduk di sekelilingnya, sementara ia berbicara. Aku mendekatinya dan mendengarnya berkata:

Lakukanlah lima hal ini tanpa kehadiran orang lain dalam kehidupanmu:

  1. Apabila kamu berada di tengah orang-orang, jangan ingin dikenal.
  2. Apabila kamu tidak hadir di tengah banyak orang, jangan ingin dirindukan.
  3. Apabila kamu mengetahui sesuatu, anggaplah nasihatmu tidak diharapkan.
  4. Apabila kamu mengatakan sesuatu, tolaklah kata-katamu.
  5. Apabila kamu mengerjakan sesuatu, jangan mau menerima pujian untuk itu.

Dan aku juga menasihatkan lima hal lainnya:
  1. Apabila kamu diperlakukan tidak adil, jangan membalas;
  2. Apabila kamu dipuji, jangan merasa senang;
  3. Apabila kamu disalahkan, jangan berputus asa;
  4. Apabila kamu disebut pembohong, jangan marah;
  5. Apabila kamu dikhianati, jangan balas mengkhianati.
Ibn Abi Hatim kemudian berkata, “Aku menganggap nasihat itu sebagai anugerah yang aku peroleh dari kunjunganku ke Damaskus.”

Sumber : Dakwah Ila Allah

Perjalanan Syaikh Abu Hatam rah.a

Sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdullah Khawas rah.a –salah seorang muridnya-. Katanya, “Suatu ketika kami pergi ke daerah Raye bersama Syaikh Hatam rah.a. Kami berangkat bersama rombongan sejumlah 330 orang dengan niat untuk ibadah haji. Semua orang dalam jemaah itu adalah mutawakkiliin yang tidak membawa bekal apa-apa untuk perjalanan. Di kampung Raye kami melewati seorang pedagang. Ia menyambut kami untuk makan malam dan melayani kami selama satu malam. Keesokan harinya orang itu berkata kepada Syaikh, “Saya hendak pergi mengunjungi seorang ulama yang sedang sakit. Jika tuan menginingkan, mari kita pergi bersama.” Maka Syaikh Abu Hatam rah.a berkata, “Menengok orang sakit adalah berpahala, terlebih lagi menengok ulama adalah ibadah. Saya hendak ikut ke sana.” Ulama yang sakit itu adalah Qadhi di kawasan Raye yaitu Syaikh Muhammad bin Muqaatil rah.a.

Ketika sampai di dekat rumah itu, Syaikh Abu Hatam rah.a kelihatan gelisah melihat rumah ulama itu, lalu berkata, “Allahu Akbar! Rumah seorang alim begitu megah bagaikan satu mahligai!” Kami minta izin untuk masuk. Kami melihat interior rumah itu bagus, bersih, luas, dan mewah. Di beberapa tempat tergantung tirai-tirai. Melihat keadaan rumah itu Abu Hatam rah.a tenggelam dalam pemikirannya sendiri.

Ketika kami menemui qadhi itu, kami melihat ia sedang istirahat, berbaring di tempat tidur yang sangat lembut. Salah seorang pembantunya sedang mengipasi bagian kepalanya. Pedagang itu memberi salam dan duduk di sebelah tempat tidurnya lalu menyapa, “Apa kabar?”

Qadhi mempersilakan Syaikh Abu Hatam rah.a untuk duduk, tetapi Syaikh Abu Hatam menolaknya. Qadhi itu bertanya, “Apakah tuan hendak mengatakan sesuatu?”

Syaikh Abu Hatam menjawab, “Ya, saya hendak bertanya tentang satu masalah agama.”

Qadhi berkata, “Silakan.”

Syaikh Abu Hatam berkata, “Sebaiknya tuan bangun dulu dan duduk.” Maka para pembantunya menolongnya untuk duduk, karena ia kesulitan untuk duduk sendiri. Syaikh Abu Hatam bertanya, “Tuan telah mempelajari ilmu-ilmu agama dari siapa?”

Qadhi menjawab, “Dari ulama-ulama terpercaya.”

Syaikh Abu Hatam bertanya, “Ulama-ulama itu belajar dari siapa?”

Qadhi menjawab, “Dari para shahabat ra.”

Syaikh Abu Hatam bertanya lagi, “Para shahabat ra telah mempelajari ilmu agama dari siapa?”

Qadhi menjawab, “Dari Rasulullah saw.”

Syaikh Abu Hatam bertanya, “Rasulullah saw telah mempelajarinya dari siapa?”

Qadhi menjawab, “ Dari Jibril as.”

Syaikh Abu Hatam bertanya lagi, “Jibril mempelajarinya dari siapa?”

Qadhi menjawab, “ Dari Allah.”

Maka Syaikh Abu Hatam bertanya, “Apakah ilmu yang telah tuan pelajari dari Allah SWT melalui Jibril a.s, Rasulullahsaw, para shahabat ra, dan ulama terpercaya telah mengajarkan kepada tuan bahwa siapa yang memiliki rumah mewah adalah berkedudukan tinggi di sisi Allah?”

Qadhi menjawab, “Tidak, perkara demikian tidak terdapat dalam ilmu itu.”

Syaikh Hatam bertanya, “Jika perkara ini tidak terdapat dalam ilmu, maka perkara apakah yang terdapat di dalamnya?”

Maka qadhi itu menjawab, “Di dalam ilmu itu didapati bahwa siapa yang tidak mencintai dunia tetapi mencintai akhirat dan yang terkait dengan akhirat, menyayangi fakir miskin, mengantar sesuatu untuk akhirat kepada Allah sebagai bekal dirinya sendiri, maka ia akan memperoleh martabat di sisi Allah.”

Maka Syaikh Hatim berkata, “Lalu tuan mengikuti jejak siapa? Rasulullah saw, para shahabat, ulama terpercaya, atau Fir’aun dan Namrudz? Wahai para ulama yang sesat, melihat keadaan tuan seperti itu, ahli dunia yang jahil dan tenggelam dalam urusan dunia pun akan berkata, “Wajarlah jika kami menjadi lebih buruk.”

Setelah berkata demikian, maka Syaikh Abu Hatam rah.a pun pulang, dan keadaan sakit yang dialami qadhi bertambah buruk akibat perkataannya. Orang banyak pun mulai mencerca Abu Hatam rah.a.

Kemudian ada orang yang memberitahu bahwa Tanafasi rah.a. adalah juga seorang ulama yang terkenal di di kawasan Qazwin (sekitar 81 kilometer dari Raye) dan hidup lebih mewah lagi. Maka Syaikh Abu Hatam rah.a. pergi ke sana untuk menemuinya. Setelah bertemu dengannya ia berkata, “Hamba ini seorang ajam (non Arab) ingin belajar kepada tuan soal agama dari awal, yaitu dari wudhu yang merupakan kunci shalat.”

Tanafasi rah.a. menjawab, “Dengan senang hati, saya bersedia.” Kemudian ia menyuruh seseorang membawakan air untuk wudhu dan memperagakan cara berwudhu dengan sempurna sambil berkata, “Beginilah cara berwudhu.”

Setelah Tanafasi selesai memperagakan cara berwudhu, Syaikh Abu Hatam berkata, “Izinkanlah saya mengambil wudhu di hadapan tuan, supaya pelajaran saya menjadi sempurna.” Maka Tanafasi beranjak dari tempat wudhu kemudian Syaikh Abu Hatam duduk di tempat itu dan mengambil wudhu. Ia membasuh tangannyaa sebanyak empat kali. Tanafasi menegur, “Ini adalah israf (berlebihan), sebaiknya tiga kali saja.” Maka Syaikh Abu Hatam berkata, “Subhanallah! Sedikit saja air yang saya gunakan menjadi kemubaziran. Bukankah semua perhiasan dan kemewahan yang tuan gunakan untuk hidup mewah itu adalah suatu kemubaziran?” Barulah Tanafasi menyadari bahwa maksud Syaikh Abu Hatam bukanlah untuk belajar tetapi hendak menegurnya.


Setelah itu Syaikh Abu Hatam rah.a. sampai di Baghdad. Ketika Imam Ahmad bin Hanbal rah.a. mengetahui kedatangannya, ia pun menjumpainya lalu bertanya, “Apakah cara untuk mendapatkan keselamatan dari pengaruh buruk dunia?” Syaikh Abu Hatam menjawab, “Engkau tidak akan selamat dari dunia selagi tidak terdapat perkara ini: (1) Ampunilah orang yang berkelakuan jahil kepadamu, (2) Jangan berlaku jahil kepadanya, (3) Membelanjakan apa yang ada pada kamu ke atasnya dan (4) Jangan percaya dengan apa yang kamu miliki.”

Kemudian Syaikh Abu Hatam rah.a. sampai ke Madinah al Munawwarah. Ketika mengetahui kedatangannya orang-orang di sana berkumpul untuk menemuinya. Ia bertanya kepada mereka, “Kota besar manakah ini?” Mereka menjawab, “Inilah kota besar Rasulullah saw.” Ia bertanya, “Dimanakah istana Rasulullah saw. Saya hendak ke sana untuk mengerjakan shalat dua rakaat.” Mereka menjawab, “Rasulullah tidak pernah tinggal dalam istana. Rumah beliau saw adalah pondok yang sederhana, kecil dan rendah.” Ia berkata, “Tunjukilah saya istana-istana para shahabat r.a.!” Mereka menjawab, “Para shahabat pun tidak pernah mempunyai bangunan seperti istana. Mereka tinggal di pondok-pondok yang kecil dan rendah yang atapnya seolah-olah hendak menyentuh bumi.”

Syaikh Abu Hatam berkata, “Kalau begitu, maka ini adalah kota Fir’aun.” Mendengar itu, mereka ramai-ramai menangkapnya (karena mereka tersinggung melihat orang ajam menghina Madinah al Munawwarah) lalu membawanya kepada Amir Madinah al Munawwarah. Mereka mengadukan kepadanya bahwa orang ajam ini menghina Madinah Thayyibah dengan mengatakannya sebagai kota Fir’aun. Amir bertanya kepadanya, “Apakah hal ini benar?” Ia berkata, “Tuan jangan terburu nafsu. Silakan dengar rangkaian peristiwa tadi. Saya seorang ajam, ketika saya memeasuki kota ini, saya bertanya kota siapakah ini?” Kemudian ia menceritakan seluruh peristiwa itu. Setelah itu ia berkata bahwa di dalam Al Quran yang suci Allah SWT berfirman:

“Laqad kaana lakum fii Rasulillahi uswatun hasanah”

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu adaa suri tauladan yang baik…” (QS Al Ahzab[33]:21)

“Jadi jawablah sendiri, apakah kalian telah mengikuti cara Rasulullah saw atau cara Fir’aun.” Mendengar keterangan demikian, kemudian mereka melepaskannya.

Sumber : Dakwah Ila Allah

Muzakarah Tentang Anak

Sabda-sabda Rasulullah saw Mengenai Anak :

  1. Bau tubuh anak-anak adalah sebagian dari angin surga.
  2. Surga itu adalah sebuah kampung kesenangan, tidak masuk surga melainkan orang yang menyukai anak-anak.
  3. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya seumpama orang yang menangis karena takutkan Allah SWT. Orang yang menangis oleh Allah SWT diharamkan akan api neraka ke atas tubuhnya.
  4. Ciumlah anakmu karena pahala setiap ciuman itu dibalas dengan satu derajat di surga.
  5. Barangsiapa keluar ke pasar muslimin dan membeli barang-barang dan kembali ke rumah dengan membawa buah tangan untuk anak-anaknya niscaya mendapat rahmat dari Allah SWT dan tidak akan disiksa di hari kiamat.
  6. Barangsiapa membeli akan sesuatu di pasar untuk ahli keluarganya dan ia memikulnya ke rumah pahalanya seperti ia member sedekah untuk orang yang sangat berhajat.
  7. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak laki-laki, maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah ia memerdekakan hamba sahaya dari kalangan bani Israil.
  8. Mengutamakan uang belanja anak-anakmu.
  9. Suruhlah anak-anak mu shalat ketika berumur 7 tahun dan pukullah ia karena meninggalkan shalat ketika berumur 10 tahun dan pisahkan anak laki-laki dan perempuan dalam tempat tidurnya.
  10. Memuliakan anak-anak dengan mengajarkan kepada mereka adab dan ilmu agama. Barangsiapa memuliakan anak-anaknya maka Allah SWT akan memuliakannya di surga.
  11. Barangsiapa diberi rezeki seorang anak, wajiblah baginya mengajarkan anak itu adab dab akhlak semoga ia mendapat kemudahan rezeki dari syafaat anak-anaknya.
  12. Barangsiapa meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan jahil dia turut menanggung tiap dosa yang dilakukan oleh anaknya itu dan barangsiapa membekalkan anaknya itu dengan ilmu dan adab, maka pahala anak itu turut diperolenya.
  13. Sesuatu yang lebih mulia diberikan oleh bapak kepada anaknya ialah mengajarkan adab. Mengajar anak tentang adab lebih utama daripada menakut-nakutkan dia dengan pukulan karena meninggalkan kebaikan atau melanggar perintah Allah.
  14. Di antara kewajiban seorang bapak kepada anaknya ialah mendidiknya dengan baik dan member nama yang baik.
  15. Sesuatu kaum yang mengadakan musyawarah lalu hadir di dalamnya seorang yang bernama Muhammad akan mendapat kebaikan kaum itu.
  16. Sesungguhnya di surga ada rumah yang disebut Darul Farah. Tidak ada yang bisa masuk Darul Farah kecuali orang-orang yang suka membahagiakan anak yatim.
  17. Setelah anak perempuan berusia 16 tahun maka nikahkanlah ia dan ketika itu seorang bapak memegang tangannya sambil berkata : “Anakku, engkau telah kudidik, kuajar, dan ku nikahkan, semoga aku dilindungi oleh Allah dari bencana dunia dan akhirat.”
  18. Seorang laki-laki bertanya : “Ya Rasulullah, kepada siapakah saya harus berbakti?” Jawab baginda, “Berbaktilah kepada ibu bapakmu!” Kata laki-laki tadi : “Ibu bapakku sudah tidak ada lagi.” Sabda Nabi, “Kalau begitu berbaktilah kepada anakmu, ibu bapakmu berhak atas dirimu dan anakmu juga berhak atas dirimu.”


Sumber : Dakwah Ila Allah

Keutamaan Wanita

  • Seorang wanita shalihah lebih baik dari 70 orang waliyullah.
  • Seorang wanita jahat lebih buruk daripada 1000 lelaki yang jahat.
  • Dua rakaat shalat dari wanita hamil lebih baik daripada 80 rakaat shalat wanita yang tidak hamil.
  • Wanita yang member susu kepada anaknya dari buah dadanya akan mendapat satu pahala dari tiap-tiap tetes susu yang diberikannya.
  • Apabila seorang suami pulang kerumah dalam keadaan letih dan isterinya melayani dengan baik maka mendapat pahala jihad.
  • Seorang isteri yang menghabiskan malamnya dengan tidur yang tak pulas karena menjaga anaknya yang sakit mendapat pahala seperti membebaskan 20 orang hamba sahaya.
  • Isteri yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami melihat istrinya dengan kasih sayang, maka Allah pandang mereka dengan penuh rahmat.
  • Wanita yang tidak cukup tidur di malam hari karena menjaga anaknya yang sakit akan diampunkan oleh Allah seluruh dosanya dan bila ia hibur anaknya maka Allah akan memberikan pahala 12 tahun pahala ibadah.
  • Wanita yang mendorong suaminya keluar di Jalan Allah dan menjaga adab rumah tangga, akan masuk surga 500 tahun lebih dahulu dari suaminya dan menjadi ratu dari 70.000 malaikat dan bidadari dan akan dimandikan di dalam surga dan menunggang kuda yang dibuat daripada yaqut.
  • Wanita yang memerah susu binatang dengan menbaca Bismillah maka akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.
  • Wanita yang menumbuk tepung dengan membaca Bismillah maka Allah akan memberkati rizkinya.
  • Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir dapat pahala seperti menyapu lantai Baitullah.
  • Wanita yang menjaga shalat, puasa dan taat pada suami, Allah SWT mengizinkannya memasuki surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.
  • Kalau istri melayani suami tanpa khianat baginya pahala 12 tahun shalat.
  • Pahala bagi wanita hamil yaitu seperti berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari.
  • Wanita yang bersalin dapat pahala 70 tahun shalat dan puasa dari setiap kesakitan pada satu uratnya maka Allah beri pahala haji.
  • Sekiranya wanita itu meninggal dalam masa 40 hari selepas bersalin, ia tergolong sebagai mati syahid.
  • Kalau wanita menyusui anaknya sampai cukup tempo yakni 2 tahun, maka malaikat-malaikat di langit akan mengabarkan beria bahwa surga wajib baginya.
  • Wanita yang memijit suaminya tanpa disuruh baginya pahala 7 tola emas, manakala wanita memijit suaminya disuruh akan dapat pahala 7 tola perak.
  • Wanita yang meninggal dunia dengan keridhoan suaminya akan masuk surga.
  • Jika suami mengajar istrinya 1 masalah agama, baginya mendapatkan pahala 80 tahun ibadah.
  • Semua orang akan melihat dan dipanggil untuk melihat wajah Allah di akhirat nanti, namun Allah akan mendatangi sendiri kepada wanita yang memberati/menjaga auratnya secara sempurna di dunia ini dengan istiqamah.
  • Wanita yang mencuci baju suaminya akan menghapus 2.000 dosa bersama tetesan air yang jatuh.
  • Wanita yang mencuci baju suaminya yang digunakan keluar di jalan Allah, maka debu yang menempel di baju dan tersentuh oleh kulitnya maka kulitnya tidak akan disentuh api neraka sekalipun asapnya.
  • Wanita yang membuat makanan terbuat dari tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah menetapkan pada setiap biji tepung itu kebajikan, menghapus kejelekan, dan meninggikan derajatnya.
  • Wanita yang berkhidmat melayani suaminya sehari semalam dengan suka cita dan penuh keikhlashan serta niat yang benar, Allah akan mengampuni dosanya dan memakaikannya pada hari kiamat dengan pakaian hijau gemerlap dan Allah menetapkan setiap rambut ditubuhnya 1.000 kebaikan dan Allah memberinya pahala 100 ibadah haji dan umrah.
  • Wanita yang membentangkan tempat tidur untuk suaminya dengan senang hati, maka malaikat pemanggil dari langit akan menyerunya untuk menghadapi amalnya dan Allah mengampuni dosanya yang sudah lalu dan yang akan datang.
  • Wanita yang meminyaki rambut serta janggut suaminya dan mencukur kumisnya serta memotong kukunya maka di akhirat Allah SWT akan memberikan kepadanya arak yang masih tertutup, murni dan belum terbuka dari sungai-sungai dalam surga. Allah akan mempermudah sakratulmautnya, kuburnya akan ditemui sebagai taman-taman surga dan Allah menetapkan baginya bebas dari neraka dan dapat melewati titian shirat dengan selamat.
  • Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatat 1.000 kebaikan dan mengampuni kesalahannyabahkan segala sesuatu yang disinari oleh matahari memintakan ampun baginya, serta Allah mengangkat 1.000 derajat baginya.
  • Jihad seorang wanita adalah mengurus suaminya dengan baik
  • Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam dan shalat, lalu membangunkan suaminya dan ikut shalat, bila suaminya enggan maka ia percikkan air di mukanya.
  • Seorang wanita yang meminyaki rambut kepala anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencucikan pakaiannya maka Allah SWT menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan 1000 orang yang kelaparan dan memberi pakaian kepada 1000 orang yang telanjang.
  • Wanita yang sedang hamil dan menyusui sampai habis masa persusuannya seperti pejuang di garis depan fi sabilillah. Dan jika ia meninggal di antara waktu tersebut maka sesungguhnya baginya pahala mati syahid.
  • Jika wanita mengandung anak di perutnya, maka para malaikat akan memohonkan ampunan baginya, dan Allah SWT menetapkan baginya setiap hari 1.000 kebaikan, menghapuskan 1.000 kejelekan. Ketika wanita itu merasa sakit saat melahirkan, maka Allah menetapkan baginya pahala para pejuang di jalan Allah. Jika ia melahirkan bayinya, maka keluarlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya dan tidak akan keluar dari dunia dengan membawa dosapun, di kuburnya akan di tempatkan di taman-taman syurga. Allah memberinya pahala 1.000 ibadah haji dan umroh dan 1.000 malaikat memohon ampunan baginya hingga hari kiamat.
  • Jika wanita hamil dari suaminya, sedangkan suami ridho padanya, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang berpuasa yang berjuang di jalan Allah.
  • Wanita yang merasa kesakitan ketika melahirkan akan mendapatkan pahala yang tidak terhitung banyaknya.
  • Wanita yang menyusui anaknya, maka setiap tetesan susunya akan diberi pahala satu kebaikan. Dan jika tidak dapat tidur semalam suntuk karena anaknya, maka baginya pahala seperti memerdekakan 70 hamba sahaya di jalan Allah dengan penuh keikhlashan.
  • Wanita yang memberi minum anaknya di waktu kecil, kelak di hari kiamat Allah SWT akan memberinya 70 teguk air dari telaga kautsar.
  • Wanita yang kematian tiga orang anaknya di waktu kecil maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.
  • Wanita yang paling baik di kalangan wanita akan memasuki syurga sebelum orang yang paling baik di kalangan laki-laki. Mereka akan mandi dan memakai minyak wangi dan menyambut suaminya di atas keledai-keledai merah dan kuning. Bersama mereka anak-anak kecil.


Sumber : Dakwah Ila Allah

Anak Laki-Laki Harun Ar-Rasyid

Harun Ar Rasyid mempunyai seorang anak laki-laki yang berumur sekitar 16 tahun. Ia banyak duduk di majlis orang-orang zuhud dan wara’. Ia juga sering berziarah ke pemakaman. Ketika sampai di pemakaman, ia berkata, “Ada masanya kalian tinggal di dunia ini dan sebagai tuannya. Akan tetapi ternyata dunia tidak melindungi kalian sehingga kalian sampai ke dalam kubur. Seandainya aku mengetahui apa yang menimpa kalian sekarang ini, tentu aku ingin mengetahui apa yang kalian katakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada kalian. Kemudian ia membaca syair ini:

“Pemakaman menakutkanku setiap hari. Suara tangisan dan ratapan wanita yang berduka cita membuatku sedih.”

Pada suatu hari, ia datang ke istana ayahnya, Harun Ar Rasyid. Pada waktu itu, semua menteri dan para pejabat kerajaan beserta tamu-tamu terhormat lainnya sedang berkumpul bersama raja, sedangkan anak laki-laki tersebut hanya mengenakan kain yang sangat sederhana dengan surban dikepalanya. Ketika orang-orang istana melihat dirinya dalam keadaan seperti itu, mereka saling berkata, “Tingkah laku anak gila ini menghina Amirul Mukminin di hadapan para bangsawan. Jika Amirul Mukminin menasehati dan mengingatkannya, mungkin ia akan berhenti dari kebiasaannya gilanya itu.” Begitu mendengar perkataan mereka, Amirul Mukminin berkata kepada anak laki-lakinya, “Wahai anakku sayang, engkau telah mempermalukan diriku di hadapan para bangsawan.” Mendengar kata-kata itu, ia tidak menjawab sepatah katapun atas perkataan ayahnya, tetapi ia memanggil seekor burung yang bertenggek di ruangan tersebut dan berkata, “Demi Dzat yang menciptakanmu, terbang dan hinggaplah di atas tanganku.” Burung itupun terbang dan hinggap di atas tangannya. Kemudian ia berkata, “Sekarang, kembalilah ke tempatmu.” Maka terbanglah burung itu lalu kembali ke tempatnya. Setelah itu ia berkata, “Ayahku, sebenarnya kecintaanmu kepada dunia itulah yang telah menghinakan diriku. Sekarang aku telah bertekad untuk berpisah denganmu.” Setelah berkata demikian, anak tersebut pergi meninggalkan istana. Ia pergi hanya membawa Al Quran. Ibunya memberinya sebuah cincin yang sangat mahal agar dapat digunakan pada saat memerlukan.

Ia berjalan dari istana hingga tiba di Bashrah. Ia mulai bekerja sebagai buruh. Tetapi dalam satu minggu, ia hanya bekerja selama satu hari, yakni pada hari sabtu. Hasil jerih payahnya selama sehari ia gunakan untuk keperluan hidupnya selama seminggu. Kemudian pada hari ke delapan, yakni pada hari sabtu, ia bekerja lagi. Ia hanya menerima upah sebesar satu dirham, dan untuk keperluan setiap harinya, ia menggunakannya sebesar satu danaq (seperenam dirham). Ia tidak mau mengambil lebih atau kurang dari upah tersebut.

Kisah selanjutnya diceritakan oleh Abu Amir Bashri rah a. Ia berkata, “Ketika sebelah rumahku roboh, aku memerlukan seorang tukang batu untuk memperbaiki rumahku. Ada seseorang yang memberitahu aku bahwa ada seorang anak laki-laki yang dapat memperbaiki rumah. Maka aku segera mencarinya. Di luar kota, aku melihat seorang anak muda tampan yang sedang duduk membaca Al Quran. Di sisinya terletak sebuah tas kecil. Aku bertanya kepadanya, ‘Wahai anakku, apakah engkau mau bekerja sebagai buruh?’ Ia menjawab, ‘Mengapa tidak, kita diciptakan memang untuk bekerja. Katakan kepadaku apa yang harus aku kerjakan?’ Aku berkata, ‘Memperbaiki bangunan.’ Ia berkata, ‘Aku bersedia asalkan aku mendapat upah satu dirham dan satu danaq sehari, dan pada waktu shalat aku tidak bekerja. Aku harus mengerjakan shalat.’ Aku menerima syaratnya. Kemudian aku membawanya ke rumah dan menyuruhnya bekerja. Ketika saat shalat Maghrib tiba, aku sangat terkejut, karena ternyata ia telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik, pekerjaan yang dapat dilakukan oleh sepuluh orang. Aku memberinya upah dua dirham, akan tetapi ia tidak mau menerimanya, karena melebihi dari syarat yang telah ia ajukan. Ia hanya mau mengambil satu dirham dan satu danaq, lalu pergi.

Karena merasa penasaran, pada hari berikutnya aku keluar mencarinya, tetapi ia tidak kutemukan. Aku bertanya kepada orang-orang dengan menerangkan ciri-ciri anak muda tersebut, kalau-kalau ada yang mengetahuinya. Orang-orang memberitahuku bahwa anak tersebut hanya bekerja pada hari Sabtu. Selain hari tersebut, tidak ada seorang pun yang dapat menemukannya. Karena merasa puas dengan pekerjaan anak muda tersebut, aku memutuskan untuk menunda pembangunan dinding rumahku pada hari sabtu mendatang dengan meminta bantuan kepada anak muda tersebut. Pada hari Sabtu, aku mencarinya lagi dan kudapati ia sedang membaca Al Quran sebagaimana biasanya. Aku mengucapkan salam kepadanya dan menanyakan apakah ia bersedia bekerja lagi di tempatku dengan syarat yang sama dengan hari sabtu yang lalu. Ia berangkat bersamaku dan mulai mengerjakan dinding rumahku lagi.

Aku masih merasa sangat penasaran dengan pekerjaan anak muda tersebut, bagaimana mungkin ia mampu mengerjakan sendiri sebuah pekerjaan yang biasa dilakukan oleh sepuluh orang pekerja. Maka, ketika ia mengerjakan pekerjaannya, dengan diam-diam aku mengintipnya. Betapa terkejutnya ketika aku melihat apa yang dilakukannya. Ketika ia mengaduk semen dan meletakkannya di dinding, batu-batu itu menyatu dengan sendirinya. Maka aku sadar dan yakin bahwa anak muda tersebut bukanlah pemuda biasa, akan tetapi seorang kekasih Allah. Sebagaimana hamba-hamba-Nya yang khusus, dalam melakukan pekerjaannya, pemuda tersebut selalu mendapat bantuan dari Allah secara ghaib.

Pada sore harinya aku hendak memberinya upah sebesar tiga dirham, akan tetapi ia tidak mau menerimanya. Ia hanya mengambil satu dirham dan satu danaq, kemudian pergi. Aku menunggunya lagi selama seminggu. Dan pada hari sabtu, aku keluar mencarinya. Akan tetapi aku tidak menemukannya. Aku memperoleh berita dari seseorang yang mengatakan bahwa pemuda tersebut sedang sakit. Tiga hari lamanya ia jatuh sakit. Kemudian aku minta tolong kepada seseorang untuk mengantarkan aku ke tempat pemuda yang sedang menderita sakit itu. Sesampainya di tempat tinggalnya, ternyata pemuda itu tengah berbaring tak sadarkan diri di atas tanah, kepalanya berbantalkan separuh potongan batu bata. Ketika aku memberi salam padanya, ia tidak menjawab. Maka aku mengucapkan salam sekali lagi. Ia membuka matanya sedikit dan mengenaliku. Aku segera mengangkat kepalanya dari batu bata itu dan meletakkannya di atas pangkuanku. Tetapi ia menarik kepalanya dan membaca beberapa bait syair, dua di antaranya adalah :

Wahai kawanku, janganlah engkau terperdaya oleh kenikmatan dunia. Karena hidupmu akan berlalu. Kemewahan hanyalah untuk sekejap mata.

Dan apabila engkau mengusung jenazah ke pemakaman, ingatlah suatu hari engkau pun akan diusung ke pemakaman.


Setelah mengucapkan syair tersebut, ia berkata, “Wahai Abu Amir, jika ruhku telah keluar dari tubuhku, mandikanlah aku, dan kafanilah aku dengan pakaian ini." Aku menyahut, “Wahai sayang, aku tidak keberatan membelikan kain kafan yang baru untukmu.” Ia menjawab, “Orang yang masih hidup lebih memerlukan pakaian yang baru daripada orang yang meninggal (sama dengan ucapan Abu Bakar Ash Shiddiq ra ketika hendak meninggal dunia)." Anak itu menambahkan, “Kain kafan yang baru ataupun usang akan segera membusuk. Apa yang tinggal bersama seseorang setelah kematiannya hanyalah amal perbuatannya. Berikanlah sarung dan cerekku ini kepada penggali kubur sebagai upahnya. Al Quran dan cincin ini tolong sampaikan langsung kepada Khalifah Harun Ar Rasyid dan sampaikan kepadanya pesanku, ‘Wahai ayah, jangan sampai engkau meninggal dalam keadaan lalai dan tertipu oleh dunia.” Dengan keluarnya kata-kata tersebut dari bibirnya, pemuda itu pun meninggal dunia. Dan pada saat itulah aku menyadari bahwa ternyata ia adalah seorang Pangeran, Putra Mahkota.

Setelah putra mahkota itu meniggal dunia, aku pun memandikannya, mengkafaninya, dan memakamkannya sesuai dengan wasiatnya. Kedua benda berupa sarung dan cerek aku berikan kepada penggali kubur. Kemudian aku pergi ke Baghdad dengan membawa Al Quran dan cincin untuk aku serahkan kepada Khalifah Harun Ar Rasyid. Sungguh aku sangat beruntung, ketika aku sampai di pintu gerbang istana khalifah, pasukan raja sedang keluar dari istana khalifah. Aku pun berdiri di tempat yang tinggi. Mula-mula keluar pasukan berkuda yang sangat besar, yakni berjumlah 1000 tentara. Setelah itu keluar lagi sepuluh pasukan berkuda, masing-masing pasukan berjumlah 1000 tentara. Amirul Mukminin sendiri berada di dalam pasukan yang kesepuluh. Dengan kerasnya aku berseru, “Wahai Amirul Mukminin, demi kekerabatanmu dengan Rasulullah saw, berhentilah sebentar!” Mendengar suaraku itu, ia melihat kepadaku. Maka dengan cepat aku maju ke arah Amirul Mukminin dan berkata, “Ini adalah titipan seorang laki-laki asing kepadaku. Ia berwasiat agar aku menyampaikan dua macam benda ini langsung kepada engkau.” Bagitu melihatnya, raja pun mengenalinya dan menundukkan kepala sesaat. Air matanya mengalir dari kedua matanya. Kemudian khalifah menyuruh pengurus istana untuk mengantarku ke istana.

Setelah khalifah kembali pada sore harinya, khalifah memerintahkan pengurus istana untuk menutup semua tabir istana dan berkata kepada penjaga pintu, “Panggil orang itu, walaupun ia akan membengkitkan kembali kesedihanku.” Penjaga pintu datang kepadaku dan berkata, ‘Amirul Mukminin memanggilmu. Tetapi ingat, Amirul Mukminin sedang berduka. Jika engkau ingin menyampaikan sesuatu dalam sepuluh kata, cobalah disampaikan dalam lima kata saja.’ Setelah berkata demikian, ia membawaku menemui Amirul Mukminin. Pada waktu itu Amirul Mukminin duduk seorang diri. Ia berkata kepadaku, ‘Mendekatlah kepadaku.’ Aku pun duduk di dekat khalifah. Lalu khalifah berkata, ‘Apakah engkau mengenal anakku?’ Aku menjawab, ‘Betul, aku mengenalnya.’ Khalifah bertanya, ‘Pekerjaan apakah yang ia lakukan?’ Aku menjawab, ‘Ia bekerja sebagai tukang batu.’ Khalifah bertanya, ‘Apakah engkau juga pernah mempekerjakannya sebagai tukang batu?’ Aku menjawab, ‘Ya, pernah.’ Khalifah bertanya lagi, ‘Apakah engkau tidak tahu bahwa ia masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah saw?’ (Harun Ar Rasyid adalah keturunan Abbas ra, paman Nabi Muhammad saw). Aku berkata, ‘Amirul Mukminin, terlebih dahulu aku memohon ampunan dari Allah SWT, setelah itu aku memohon maaf kepadamu. Pada waktu itu aku belum mengetahui kalau ia masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah saw. Aku baru mengetahuinya ketika ia hendak meninggal dunia.’ Khalifah bertanya, ‘Apakah engkau memandikannya dengan tanganmu sendiri?’ Aku menjawab, 'Benar.' Khalifah berkata, ‘Ulurkan tanganmu!’ Ia menarik tanganku, kemudian menempelkan di dadanya dambil membaca beberapa syair yang artinya:

Wahai engkau yang menjauh dariku,

Hatiku larut dalam kesedihan karenamu

Mataku mencucurkan air mata penderitaan

Wahai engkau yang jauh kuburnya

Terlalu jauh, tetapi kesedihanmu lebih dekat di hatiku

Benar, kematian itu membingungkan kesenangan yang tertinggi di dunia

Wahai anakku yang menjauh dariku

Enakau bagai bulan purnama yang tergantung di atas dahan perak

Bulan telah menetap di kubur

Sedang dahan perak menjadi debu


Setelah melantunkan syair di atas, Harun Ar Rasyid ingin pergi ke Bashrah untuk menziarahi makam anaknya. Abu Amir pun menyertainya. Begitu sampai di makam anaknya, Harun Ar Rasyid membaca beberapa bait syair yang artinya sebagai berikut:

Wahai musafir ke alam yang tidak diketahui

Engkau takkan kembali ke rumah

Maut dengan cepat telah merenggutmu pada awal masa remajamu

Wahai penyejuk mataku, engkaulah pelipur laraku

Kediaman hatiku di kesunyian

Engkau telah merasakan racun kematian

Yang seharusnya ayahmulah yang meminumnya di usia tua

Sungguh, setiap orang akan merasakan kematian

Apakah ia seorang pengembara, atau seorang penduduk kota

Segala puji bagi Allah Yang Esa, Yang tidak mempunyai sekutu

Karena ini adalah bukti keputusan-Nya


Abu Amir rah a berkata, “Pada malam harinya, ketika aku telah menyelesaikan wirid-wiridku, aku tertidur. Dalam tidurku, aku bermimpi melihat sebuah istana yang berkubah dari nur, yang di atasnya terdapat awan dari nur yang menaunginya. Kemudia awan itu hilang, dan anak itu memanggilku sambil berkata, ‘Wahai Abu Amir, semoga Allah memberimu balasan yang lebih baik karena engkau telah memandikan, mengkafani, memakamkan aku, dan telah menunaikan semua wasiatku. Aku bertanya kepadanya, ‘Wahai kekasihku, bagaimana keadaanmu, apa yang engkau alami?’ Ia berkata, ‘Aku telah sampai ke hadapan Tuhan Yang Maha Pemurah dan Dia sangat ridha kepadaku.’ Al Malik telah memberi tahu kepadaku bahwa aku memdapatkan sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata manusia, tidak pernah terdengar oleh telinga manusia, dan akal tidak dapat memikirkannya.

Kemudian ruh pemuda tersebut berkata kepadaku dalam mimpiku, “Allah SWT telah berjanji kepadaku, Dia bersumpah dengan keagungan-Nya bahwa Dia akan menganugerahkan kenikmatan, kehormatan, dan karunia semacam itu kepada semua hamba-Nya yang keluar dari dunia seperti aku.’

Penulis kitab Raudh mengatakan bahwa ia juga mendapatkan cerita yang sama secara keseluruhan dari sanad yang lain. Di dalamnya juga diterangkan bahwa seseorang bertanya kepada Harun Ar Rasyid mengenai keadaan anak itu. Ia menjawab, "Anakku lahir sebelum aku menjadi raja. Ia mendapat didikan adab yang sangat baik, ia telah belajar Al Quran dan ilmu-ilmu lain. Ketika aku menjadi raja, ia pergi meninggalkan aku. Ia tidak pernah mengambil manfaat dari duniaku. Ketika ia hendak pergi, akulah yang berkata kepada ibunya agar ia diberi sebuah cincin mutiara yang sangat indah dan mahal harganya. Akan tetapi ia tidak pernah menggunakannya, bahkan ketika menjelang wafat, ia mengembalikannya. Anak ini sangat patuh kepada ibunya." (Raudh)

Sumber : Dakwah Ila Allah

Hadith - Keutamaan mempunyai anak perempuan

Bismillahirrahmanirrahim... (Rujukan buku- 111 wasiat Rasulullah SAW untuk Wanita Solehah,m/s 26

Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa yang mengasuh atau memelihara dua orang anak perempuan sehingga besar, nanti pada hari kiamat aku dengan dia seperti ini; sambil Nabi merapatkan jarinya."
[Hadith Riwayat Bukhari dan Muslim]

"Barang siapa yang mempunyai kesusahan disebabkan mempunyai anak-anak perempuan, tetapi dia tetap berlaku baik kepada mereka, nanti pada hari kiamat mereka akan menjadi pendinding baginya dari api neraka."
[Hadith Riwayat Bukhari dan Muslim]

"Barang siapa yang memelihara dua atau tiga anak perempuan atau dua tiga saudara perempuan serta mendidiknya, maka orang itu akan masuk syurga."
[Hadith Riwayat Tarmizi dan Abu Daud]

Sumber : Mata Hati Wanita Solehah

 
 
 

Payment for books thru PayPal

Nama Produk
Pilihan Serahan

Payment thru Bank Transfer

Nama:
Email Address:
Produk Pesanan dan Jumlah Harga dibayar.
Pilihan Serahan Produk
Bank transfer shj. CIMB : 0106-0000100-20-5
Maybank : 151016003450

Form provided by Freedback.
 
Copyright © 8 | Lan